Renungan cerita sakitnya hidup di fitnah
Ketika saya bekerja sebagai seorang honorer di salah satu badan
pendidikan, saya bertemu dengan seorang gadis SMU yang merupakan idaman
saya dan mungkin idaman semua lelaki. Daya tarik yang di miliki gadis
tersebut sangatlah luar biasa, sehingga tidak sembarang lelaki yang
berani mendekati untuk berkenalan. Selain berjilbab, gadis tersebut juga
memiliki paras cantik dan di hiasi dengan keimanan yang sangat kuat.
Dengan kondisinya tersebut membuat saya semakin penasaran dan ingin
menjadikan dia sebagai pasangan hidup.
Singkat cerita saya pun sudah jadian sama gadis tersebut, walaupun sebelumnya ternyata sudah memiliki pacar, tapi karena rayuan maut yang saya lontarkan akhirnya dia memutuskan hubungan dengan pacarnya dan beralih kepada saya. Setelah jadian tiada hari melainkan terasa indah, sampai suatu ketika karena tingkat kecemburuan saya yang sangat tinggi dan terlalu protektif, membuat hubungan kami tidak nyaman untuk terus di jalani. Sempat saya mencoba untuk memutuskan hubungan karena tidak biasa dengan kondisi hidup yang penuh dengan rasa cemburu. Sedangkan untuk bertemu dan berduaan sangatlah susah, karena si gadis sangat menjaga keimanan, harga diri dan kehormatannya. Kesulitan untuk bertemu membuat kondisi semakin tambah kacau, karena yang terlintas di pikiran saya selalu negatif dan was-was kawatir dia diam-diam berpacaran dengan lelaki yang lain dan kemudian memutuskan saya.
Akhirnya kami memutuskan untuk menikah siri, agar apa yang kami saling kawatirkan bisa hilang, ya kawatir di rebut orang lain... ya kawatir berzina. Karena status kami menikah siri, jadi belum banyak orang yang tau kalau kami adalah pasangan yang sudah syah dengan ikatan nikah, sehingga untuk menghindari terjadinya fitnah di masyarakat, pacar yang sekarang sudah menjadi sitri saya tinggal di rumah kontrakkan, sedangkan saya masih tinggal dengan orang tua. Jika pulang kerja maka saya langsung ke rumah kontrakkan istri saya, dan jika malam saya pulang ke rumah orang tua.
Rupanya kondisi tersebut menjadi pandangan miring bagi masyarakat sekitar, hingga akhirnya membuat saya terpaksa membawa istri ke rumah orang tua, dan menjelaskan kepada masyarakat sekitar bahwa saya sudah menikah. Ternyata pindah rumahpun tidak menyelesaikan masalah, karena status istri saya masih pelajar, maka teman-temannya di sekolah terus berpikiran negatif kepada istri saya, dan membicarakan tuduhan, fitnah yang keji kepada saya dan istri saya. Karena tidak kuat dengan suasana sekolah seperti itu, maka istri saya meminta untuk berhenti sekolah dengan maksud agar tidak lagi mendengar omongan negatif tentang kami.
Dengan keluarnya istri dari sekolah ternyata makin menambah fitnah dan
omongan yang negatif terhadap kami. Tertuduhlah bahwa sebab keluarnya
istri saya dari sekolah karena hamil di luar nikah. Sungguh berat
rasanya keluar dari satu fitnah ke fitnah yang lain. Maksud hati ingin
menjaga diri dari zina malah fitnah yang lain terus berdatangan. Ingin
rasanya mengkoreksi berita yang berkembang di masyarakat tetapi apalah
daya masyarakat lebih senang berita negatif dari pada berita positif.
Sampai sekarang masalah tersebut masih terngiang-ngiang di kepala. Dan
terus berusaha menjalani hidup dengan cibiran masyarakat. Saya hanya
berharap masyarakat bisa meneliti kebenaran berita yang mereka terima,
misalkan menghitung masa kelahiran anak pertama kami dengan masa
pernikahan kami yang kedua, pernikahan yang tercatat di catatan sipil.
Pelajaran yang bisa di ambil dari cerita hidup saya di atas adalah :
- Mengundang masyarakat pada prosesi nikah, atau mengadakan walimahan (pesta pernikahan).
- Bersabar dengan semua fitnah yang datang melanda.
- Niat yang baik, akan di uji dengan perkara yang berat.
- Berpikiran positif kepada orang lain tentang berita yang belum jelas akan kebenarannya.
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.